Palembang | rknnews.com
KUASA Hukum dari M.Dewi dari Yayasan Bantuan Hukum Sumatera Selatan Berkeadilan yakni Sofhuan Yusfiansyah,S.H, M Sigit Muhaimin,S.H,M.H, Wilian Brahman Putra,S.H, Septiani,S.H, Siti Fatonah,S.H,Meri Andani,S.H melakukan gugatan Praperadilan terhadap Surat Ketetapan Nomor :S-TAP/85.a/VI/2024 Ditreskrimum tentang penghentian penyelidikan (SP3) tanggal 11 Juni 2024 yang diterbitkan Direktorat Reserse Kriminal Umum Kapolda Sumsel.
Siti Fatonah,S.H mengatakan, pihaknya dari Yayasan Bantuan Hukum Sumatera Selatan Berkeadilan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Palembang dalam hal ini melawan Ditreskrimum Polda Sumsel terkait telah mengeluarkan surat SP3 penghentian kasus terhadap klien kami Bapak M. Dewi.
“Kronologisnya adalah kami melaporkan tindak pidana yang dilakukan oleh oknum PT KAI terhadap tanah milik SHM yang dimiliki klien kami Bapak M.Dewi. Kami melawan PT KAI, karena tanah milik klien kami M.Dewi yang diserobot dan dirusak oleh PT KAI lokasi di Jalan Abi Kusno Cokro Suyoso RT 28 Kelurahan Kemang agung. Klien kami memiliki alas hak kepemilikan berupa sertifikat hak milik nomor 35 tahun 1983 dengan luas lebih kurang 3.396 meter tersebut,” ujarnya saat konfrensi pers, Sabtu 29 Juni 2024 di Kantor Yayasan Bantuan Hukum Sumsel Berkeadilan.
“Sedangkan pihak kepolisian menjadi dasar mereka untuk menghentikan penyelidikan itu karena adanya surat edaran dari kejaksaan yang menyatakan bahwa tanah kepemilikan dari Groundkart. Untuk Groundkart itu diakui tapi harus dibuat sertifikat,” tambah Siti Fatonah.
Oleh sebab itu, sambung Siti Fatonah, pihaknya mengharapkan dari pihak Polda dengan adanya peradilan ini mereka mengerti bahwa permasalahan ini.
“Kami menuntut agar SP3 itu dicabut dan laporan bapak M. Dewi kembali dilanjutkan, agar kita bisa memberantas tindakan kekejaman, kezaliman yang dilakukan oleh oknum PT KAI kepada klien kami,” ucapnya.
“PT KAI itu mengklaim tanah milik klien kami M.Dewi iyu berdasarkan dengan Groundkart nomor 3 tahun 1912. Tapi PT.KAI tidak pernah menunjukkan Groundkart itu ke kami. Dan PT.KAI tidak mensertifikatkan Groundkart nomor 3 tahun 1912 itu. Jadi tanah tersebut sah milik klien kami. Sangat jelas tindak pidananya ada pelakunya. Bahkan pihak PT KAI waktu gelar perkara di Polda Sumsel mereka mengakui dan membenarkan terjadi perusakan dan penyerobotan tanah milik M.Dewi, itu yang membuat kami bingung kenapa muncul SP3 . Sedangkan pihak terlapor mengakui adanya tindakan pidana tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, septiani,S.H mengatakan, tanah groundkrat adalah itu peta tanah zaman Belanda dan harus dikuatkan oleh putusan pengadilan dalam penerapannya dan terlapor kita PT KAI wajib mendaftarkan Groundkrat berdasarkan putusan nomor 227/DPG/2016/PN Semarang. Tapi faktanya hal ini tidak pernah dilakukan oleh terlapor bahkan di dalam undang-undang nomor 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian pasal 46 huruf A karena yang terletak di ruang milik jalur kereta api dan ruang manfaat jalur kereta api di sertifikatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Kami kuasa hukum M.Dewi melakuman permohonan praperadilan SP3 ini terhadap permohonan sudah kita daftarkan di PN Palembang pada tanggal 26 kemarin semoga dengan upaya ini keadilan dan kebenaran harus tetap kita tegakkan,” katanya.
Ditempat yang sama, Meri Andani,S.H menjelaskan, Permohonan Praperadilan ini dilakukan karena SP3 oleh Ditrekrimum Polda Sumsel terhadap kasus ini dinilai terlalu dipaksakan.
“Karena itulah kuasa hukum dari bapak M Dewi menyampaikan di lapangan saksi dan bukti semua sudah dihadirkan, selain itu tindak pidana ini pun sudah diakui sendiri lapor PT KAI. Besar harapan kami bahwasanya dari peradilan yang didaftarkan ini semoga nantinya diindahkan oleh Ditreskrimum Polda Sumsel dan juga tuntutan kami nantinya dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang,” tuturnya.
“Semoga keadilan dan kebenaran selalu ditegakkan. Dan tidak terjadi lagi hal yang seperti ini kedepannya. Karena sangat merugikan terutama sebagai masyarakat rakyat kecil yang mungkin haknya sudah disalahgunakan,” paparnya.
Ditempat yang sama, Wakil Ketua Yayasan Bantuan Hukum Berkeadilan Sumsel Dedy Irawan SH menambahkan, pihaknya melakukan gugatan Praperadilan melawan Ditreskrimum Polda Sumsel karena SP3 yang dikeluarkan oleh mereka itu terlalu dini menurut saya.
“Sedangkan proses pemeriksaannya dari laporan kita itu sangat lama prosesnya dari bulan Oktober 2023 laporan kita dan itu sangat lama panjang dan alot . Bayangkan SP3-nya cuman hitungan hari setelah gelar perkara sehingga itu terkesan seolah-olah dipaksakan atau seolah-olah ada keterpihakan. Karena yang kita laporkan ini perusahaan korporasi yang tentunya BUMN,” katanya.
“Mungkin karena perkara ini menyangkut BUMN, mungkin di situ juga polisi segan untuk memanggil untuk menindak lanjut ke permasalahan ini. Sehingga mengeluarkan SP3, sedangkan permasalahan ini menyangkut rakyat kecil. Seharusnya tidak terlalu dini, dan seharusnya di kroscek lagi. Kemudian kebenaran laporan kita itu di croscek lagi karena apa yang kita sampaikan semuanya sudah ada bukti baik itu dari lahannya kita sudah ada dan yang dirusaknya ada. Kemudian tanam tumbuh yang dirusaknya pun ada tapi ini mau dikeluarkan SP3.sehingga laporan kami terkait pasal 17o KUHP dan 385 KUHP tidak berjalan, karena di SP3 kan makanya kami dari Yayasan Bantuan Hukum Sumsel Berkeadilan melanjutkan persoalan ini ke Praperadilan. Semoga hakim nanti yang memimpin sidang semoga dia tegak lurus membela kebenaran dan memberikan keadilan yang seadil-adilnya terhadap kasus ini,” pungkasnya. (**)