Menyoroti Masalah Perempuan dan Anak di Palembang: Kekerasan, Akses, dan Perlindungan yang Mendesak
Oleh : Elizabeth Kusrini
(Aktivis Perempuan, lahir dan besar di Kota Palembang)
Permasalahan utama yang dialami perempuan dan anak di Kota Palembang meliputi berbagai aspek, mulai dari kekerasan berbasis gender hingga akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumatera Selatan mencatat bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Palembang cukup tinggi. Pada tahun 2022, terdapat lebih dari 400 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan, yang mencakup kekerasan fisik, psikis, seksual, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya penanganan, tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi masalah serius.
Selain kekerasan, perempuan di Palembang juga menghadapi tantangan dalam akses terhadap pekerjaan yang layak dan setara. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan tahun 2023 menunjukkan bahwa partisipasi angkatan kerja perempuan di Palembang hanya sekitar 45%, jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki yang mencapai lebih dari 70%. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa perempuan masih mengalami hambatan dalam memperoleh pekerjaan, baik karena faktor budaya yang membatasi peran mereka, maupun kurangnya akses terhadap pendidikan dan pelatihan kerja yang memadai.
Di bidang kesehatan, perempuan dan anak di Palembang juga mengalami masalah yang signifikan, khususnya dalam hal akses terhadap layanan kesehatan reproduksi. Laporan dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa angka kematian ibu (AKI) di Sumatera Selatan, termasuk Palembang, masih cukup tinggi, mencapai 113 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2022. Selain itu, tingginya angka perkawinan anak, yang mencapai 12% menurut laporan BPS 2022, juga memengaruhi kesehatan reproduksi anak perempuan, serta membatasi kesempatan mereka untuk melanjutkan pendidikan.
Masalah lainnya yang dihadapi anak-anak di Palembang adalah tingginya angka putus sekolah. Data BPS 2023 menunjukkan bahwa angka putus sekolah di tingkat pendidikan dasar dan menengah mencapai 2,5%, dengan mayoritas penyebabnya adalah faktor ekonomi dan perkawinan usia dini. Anak-anak perempuan lebih rentan mengalami putus sekolah karena mereka sering kali didorong untuk menikah pada usia muda, atau diharuskan membantu pekerjaan rumah tangga, sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikan. Masalahl ini berpotensi memperburuk siklus kemiskinan dan ketimpangan gender di masa depan.
Isu lain yang mendesak adalah perdagangan manusia (human trafficking), terutama yang melibatkan perempuan dan anak. Menurut laporan dari Kepolisian Daerah Sumatera Selatan tahun 2022, terdapat beberapa kasus perdagangan anak dan perempuan yang berhasil diungkap di Palembang, di mana korban dijual untuk eksploitasi seksual dan kerja paksa. Meski pemerintah dan LSM telah berupaya keras menangani isu ini, masih banyak kasus yang tidak terungkap karena kurangnya kesadaran masyarakat dan ketakutan korban untuk melaporkan kejadian.
Untuk mengatasi berbagai masalah ini, diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah daerah, baik melalui penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan, maupun peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan bagi perempuan dan anak. Kerjasama dengan LSM, komunitas lokal, serta dukungan dari sektor swasta juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif bagi perempuan dan anak di Kota Palembang.